PACARAN IBARAT PENYAKIT GATAL.
Digaruk melukai, gak digaruk ngepingini (bikin kepingin).
Semakin sering berpacaran, semakin rata luka di badan.
Bonyok bonyok......... hiiiiii................ kuman
Untuk menghindari ; hiduplah di lingkungan yang bersih, hati bersih, akal bersih dan bersih-bersih yang lainnya!
Kang Malik
Kang Malik
PACARAN bisa saja diIBARATkan seperti PENYAKIT GATAL.
Sudah tau kan naluri orang yang sedang gatal terhadap penyakitnya? ingin menggaruknya.
Namun binti tetapi, jika luka itu
diDigaruk sudah pasti akan melukai bahkan sampai bernanah dan busuk menjijikkan.
diDigaruk sudah pasti akan melukai bahkan sampai bernanah dan busuk menjijikkan.
Namun binti tetapi, jika gak digaruk ngepingini (bikin kepingin). Namanya juga lagi gatelen, pernah kan? hehe.
Dari sinilah kita bisa memainkan angan mengaitkan penyakit gatal dengan pacaran, Semakin orang sering berpacaran, sering gonta-kanti pacar, semakin rata luka di badan (rusak hati,rusak akal,rusak harga diri,rusak rusak rusak dan rusak oleh nafsu syetan.
Bonyok bonyok......... hiiiiii................ kuman
Untuk menghindari ; hiduplah di lingkungan yang bersih, hati bersih, akal bersih dan bersih-bersih yang lainnya! Tetap bergaul dengan siapapun , namun harus Jaga pergaulan!
Satu hal lagi, SEMUA ORANG IBARAT TISU yang putih, bersih, lembut dan juga lemah.
Jangan dipakai ramai-ramai secara bergantian bahkan bebarengan!
Jangan dipakai ramai-ramai secara bergantian bahkan bebarengan!
Tisu (some one) di ambil (dipacarin) si A untuk lap keringat, si A, karena sudah merasa tidak butuh langsung dicampakkan.
Tisu bekas si A (bekas pacar) ketemu si B, kenalan dan dipungut (jadian) dan dipakai untuk lap ketiak. Ada sebuah pertentangan lalu putus, tisu tercampakkan lagi, di pungut si C dan dipakai untuk tempat lendir batuk, si C kan jorok dan penyaakitan, haha.
Bla bla bla begitu seterusnya,....................
Sampai pada akhirnya si tisu ketemu jodoh. Anda bisa bayangkan, betapa ngenesnya jodoh si tisu, dapet tisu ( pasangan hidup) bekas berganti-ganti orang, lecek, kumuh, ada keringat di situ, bau ketek di situ, lendir batuk di situ, pokoke menjijikkan, hiiiiiii........ :D
ANDA BISA BAYANGKAN JIKALAU TISU ITU ADALAH ANDA.
Anda bermandikan keringat orang, lendir batuk orang dan sebagainya rata ditubuh Anda, hiiiii...........
Hehehehehehehhehehehe :D
Tisu bekas si A (bekas pacar) ketemu si B, kenalan dan dipungut (jadian) dan dipakai untuk lap ketiak. Ada sebuah pertentangan lalu putus, tisu tercampakkan lagi, di pungut si C dan dipakai untuk tempat lendir batuk, si C kan jorok dan penyaakitan, haha.
Bla bla bla begitu seterusnya,....................
Sampai pada akhirnya si tisu ketemu jodoh. Anda bisa bayangkan, betapa ngenesnya jodoh si tisu, dapet tisu ( pasangan hidup) bekas berganti-ganti orang, lecek, kumuh, ada keringat di situ, bau ketek di situ, lendir batuk di situ, pokoke menjijikkan, hiiiiiii........ :D
ANDA BISA BAYANGKAN JIKALAU TISU ITU ADALAH ANDA.
Anda bermandikan keringat orang, lendir batuk orang dan sebagainya rata ditubuh Anda, hiiiii...........
Hehehehehehehhehehehe :D
Dilarang copas!
Boleh jiplak asal sertaskan penulis dan link sumber! http://kangmalik.blogspot.com/2014/05/pacaran-ibarat-penyakit-gatal.html
ttd: Kang Malik
Kang Malik: PACARAN (Pasangan Cinta Kemunkaran) : kangmalik
nih ada dalil tentang pacaran.
Dari judulnya seolah-olah bin masak-masak ada celah kebolehan pacaran dalam Islam,
tapi ujung-ujungnya ngelaran pacaran yang gitu2 (umum dilakukan orang banyak)
Hukum dan Etika Pacaran dalam Islam
Sumber : http://www.nu.or.id/post/read/50536/hukum-dan-etika-pacaran-dalam-islam
Pada dasarnya segala macam muamalah dibolehkan
kecuali ada dalil yang melarangnya. الأصل فى الأشياء الإباحة إلا ماحرمه
الشرع Begitu pula dengan pacaran. <>Pada dasarnya pacaran sebagai
sebuah bentuk sosialisasi dibolehkan selama tidak menjurus pada tindakan
yang jelas-jelas dilarang oleh syara’. Yaitu pacaran yang dapat
mendekatkan para pelakunya pada perzinahan. Demikaian surat al-Isra’
ayat 32 menerangkan:
Hal ini sangat singkron dengan hadits Rasulullah saw yang seolah menjelaskan model tindakan yang dapat mendekatkan seseorang dalam perzinahan
Rasulullah saw secara tidak langsung telah memberikan rambu-rambu kepada umatnya mengenai model hubungan laki-laki dan perempuan yang terlarang. Pelarangan itu demi menghindarkan seseorang terjerumus dalam perzinahan. Karena pada umumnya perzinahan bermula dari situasi berduaan.
Demikianlah dasar hukum dilarangnya pacaran, jika yang dimaksud dengan pacaran itu adalah Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka, sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Purwodarminto.
Akan tetapi berbeda hukumnya jika yang dimaksud dengan pacaran adalah upaya saling mengenal menjajaki kemungkinan untuk menjalin pernikahan dalam momentum khitbah melamar. Karena sesungguhnya hal itu sama seperti mendukung anjuran Rasulullah saw terhadap generasi muda muslim untuk menikah, sebagai solusi menghindarkan diri dari perzinahan.
Begitu juga sebaliknya, Rasulullah saw dengan gamblang mengancam siapapun yang tidak mengikuti sunnahnya (termasuk di dalamnya menikah) sebagai keluar dari golongannya. Demikian ketegasan Rasulullah saw tercermin dalam haditsnya:
Kedua hadits ini menjelaskan posisi pentingnya sebuah pernikahan bagi seorang. Sehingga Rasulullah sendiri membuat anjuran sekligus ancaman. Oleh karena itulah pacaran dengan arti meminang atau melamar dalam upaya mencari kesepahaman demi menuju jenjang pernikahan dalam Islam dibolehkan. Karena kesempatan seorang muslim memandang muka dan telapak tangan perempuan lain bukan muhrim hanya dalam momen khitbah, tidak pada saat yang lain. Demikian keterangan dalam At-Tahdzib fi Adillati Matnil Ghayah wat Taqrib
Demikian Rasulullah saw juga mengajarkan perlunya perkenalan dan menganjurkannya walau dalam waktu yang singkat sebagaimana pengalaman Al-Mughirah bin Syu’bah ketika meminang seorang perempuan, maka Rasulullah berkomentar kepadanya:
Oleh karena itu, segala macam bentuk pacaran tidak dapat dibenarkan kecuali jika pacaran yang bermakna khitbah yang membolehkan seorang lelaki hanya memandang muka dan telapak tangan perempuan, tidak lebih. Artinya tidak melebihi dari muka dan telapak tangan, tidak melebihi saat khitbah, dan juga tidak melebihi dari memandang itu sendiri. (red. Ulil H)
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”Hal ini sangat singkron dengan hadits Rasulullah saw yang seolah menjelaskan model tindakan yang dapat mendekatkan seseorang dalam perzinahan
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ
امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري)
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw
berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat
dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah
seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya” (muttafaq alaihi)Rasulullah saw secara tidak langsung telah memberikan rambu-rambu kepada umatnya mengenai model hubungan laki-laki dan perempuan yang terlarang. Pelarangan itu demi menghindarkan seseorang terjerumus dalam perzinahan. Karena pada umumnya perzinahan bermula dari situasi berduaan.
Demikianlah dasar hukum dilarangnya pacaran, jika yang dimaksud dengan pacaran itu adalah Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka, sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Purwodarminto.
Akan tetapi berbeda hukumnya jika yang dimaksud dengan pacaran adalah upaya saling mengenal menjajaki kemungkinan untuk menjalin pernikahan dalam momentum khitbah melamar. Karena sesungguhnya hal itu sama seperti mendukung anjuran Rasulullah saw terhadap generasi muda muslim untuk menikah, sebagai solusi menghindarkan diri dari perzinahan.
عَنْ عَبْدِ اللهِ
قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم)
“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada
kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup
melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya
melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj
(kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa
(sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih)Begitu juga sebaliknya, Rasulullah saw dengan gamblang mengancam siapapun yang tidak mengikuti sunnahnya (termasuk di dalamnya menikah) sebagai keluar dari golongannya. Demikian ketegasan Rasulullah saw tercermin dalam haditsnya:
عن أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:
…لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ
النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري)
“Dari Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku,
sesungguhnya aku salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka
barangsiapa yang benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku”Kedua hadits ini menjelaskan posisi pentingnya sebuah pernikahan bagi seorang. Sehingga Rasulullah sendiri membuat anjuran sekligus ancaman. Oleh karena itulah pacaran dengan arti meminang atau melamar dalam upaya mencari kesepahaman demi menuju jenjang pernikahan dalam Islam dibolehkan. Karena kesempatan seorang muslim memandang muka dan telapak tangan perempuan lain bukan muhrim hanya dalam momen khitbah, tidak pada saat yang lain. Demikian keterangan dalam At-Tahdzib fi Adillati Matnil Ghayah wat Taqrib
والرابع النظر لاجل النكاح فيجوز الى الوجه والكفين
Keempat (dari tujuh macam pandangan laki-laki terhadap wanita) melihat untuk maksud menikahi. Diperbolehkan memandang muka dan telapak tangannya.Demikian Rasulullah saw juga mengajarkan perlunya perkenalan dan menganjurkannya walau dalam waktu yang singkat sebagaimana pengalaman Al-Mughirah bin Syu’bah ketika meminang seorang perempuan, maka Rasulullah berkomentar kepadanya:
انظر اليها فانه احرى ان يؤدم بينكما
Lihatlah dia (wanita itu), sesungguhnya melihat itu lebih pantas (dilakukan) untuk dijadikan lauknya cinta untuk kalian berdua. Oleh karena itu, segala macam bentuk pacaran tidak dapat dibenarkan kecuali jika pacaran yang bermakna khitbah yang membolehkan seorang lelaki hanya memandang muka dan telapak tangan perempuan, tidak lebih. Artinya tidak melebihi dari muka dan telapak tangan, tidak melebihi saat khitbah, dan juga tidak melebihi dari memandang itu sendiri. (red. Ulil H)
ada" aja istilah nya gan,,
BalasHapussukses selalu ya ane tunggu info selanjutnya
Hehe, maturnuwun KAng.
HapusOke........
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusterimakasih banyak
BalasHapusinfonya menarik dan bermanfaat
serta menambah wawasan